Pelajari Teknik Bahagia Berbenah, Berbenah Bahagia.

Beberapa bulan lalu saya membaca sebuah berita online tentang Marie Kondo yang baru memahami bahwa konsep berbenah ala Marie Kondo tidak bisa diterapkan jika sebuah keluarga masih memiliki balita.

Sontak deh dunia para emak serasa kembali waras..

Namun saya pikir, ucapan Marie Kondo merupakan perkembangan fase kehidupan yang dilaluinya. Dan hal itu lumrah saja. Walaupun banyak orang yang mungkin bertanya-tanya mengapa Marie Kondo menyadari hal penting yang sudah disadari para emak dari berbagai penjuru dunia. Rumah berserakan, GPP, hanya sementara, nanti dilanjutkan perjuangan membereskan rumah.

Sebelum penyampaian Marie Kondo yang mengemparkan dunia itu, saya membeli sebuah buku karangan Nagisa Tatsumi yang sudah disadur kedalam Bahasa Indonesia. Suteru! Gijutsu atau jika disampaikan dalam Bahasa Indonesia memiliki arti Seni Membuang Barang : Enyahkan Berantakan dan Raih Kebahagian. Buku ini juga yang diklaim sebagai buku yang menginspirasi Marie Kondo untuk melahirkan Metode Konmari.

Buku yang sudah terjual sebanyak dua juta eksemplar juga mengemukakan beberapa teknik berbenah bahagia. Buku yang terdiri dari 3 bab utama ini, secara perlahan membawa pembaca menyadari apa saja yang enggan kita buang, mengapa kita menjadi enggan berbenah, semua dimulai dengan menggali lebih jauh apa yang menjadi alasan utama kita mempertahankan barang. Kita diminta belajar dari sepuluh tindakan yang membantu untuk mengenyahkan barang, sepuluh strategi untuk membuang barang dan menyingkirkan barang dengan hati tenang.

Buku Suteru! Gijutsu yan terbit di Jepang pada tahun 2000 menjadi fenomenal karena terjual sebanyak jutaan eksemplar dalam waktu singkat dan mengilhami Marie Kondo belia.

Lewat panduannya untuk menjalani hidup lebih damai dan teratur, Nagisa Tatsumi mengajari kita bahwa melepas barang-barang yang tak diinginkan akan melahirkan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini menyuguhkan saran dan teknik praktis untuk membantu pembaca melepas barang-barang yang tak diinginkan akan melahirkan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini menyuguhkan saran dan teknik praktis untuk membantu pembaca melepas barang-barang yang memenjarakan, juga menyampaikan kiat-kiat agar kita tidak banyak menimbun barang. Waktunya untuk hidup tanpa berlebih-lebihan.

Judul asli buku ini adalah Suteru! Gijutsu. Edisi aslinya dalam Bahasa Jepang pertama kali diterbitkan  oleh Takarajimasha Inc. Meskipun buku ini baru terbit dalam bahasa Indonesia pada tahun 2020, dan lebih dulu muncul buku The Life Changing magic of tidying up yang terbit tahun 2016, di mana edisi Bahasa Indonesia-nya sama-sama diterbitkan oleh Penerbit Bentang Pustaka. Namun, buku inilah yang menginspirasi Marie Kondo melahirkan metode KonMari.

“Serba-serbi berbenah adalah topik yang kali pertama menarik perhatian saya semasa SMP. Pemicunya adalah buku berjudul Suteru! Gijutsu karya Nagisa Tatsumi, yang menjelaskan pentingnya membuang barang-barang yang tidak perlu … Saya masih ingat betapa terkejutnya saya saat membaca buku itu di kereta. Saking berkonsentrasinya, saya hampir melewatkan stasiun perhentian saya. Setiba di rumah, saya langsung masuk ke kamar sambil membawa sejumlah kantong sampah dan mengurung diri di dalam selama beberapa jam. Kendati kamar saya kecil, pada saat selesai beres-beres, saya sudah memenuhi delapan kantong sampah … Saya bahkan lupa memiliki sebagian besar barang tersebut. Setelah itu, saya duduk terpaku di lantai selama sejam sambil memandangi gundukan kantong sampah dan membatin, Kenapa pula repot-repot menyimpan semua ini?”—Marie Kondo, dari The Life Changing Magic of Tidying Up.

Buku ini saya beli setelah dua buku Marie Kondo saya miliki. Setelah membaca buku Suteru! Gijutsu ini, saya berupaya untuk bahagia melakukan berbenah rumah. Saya meneruskan kebiasaan yang telah saya pelajari sebelumnya dari teknik Konmari. Saya berbenah dengan cara menyortir barang milik saya. 

Di setiap bab juga dijelaskan tentang berbagai tindakan untuk membuang barang. 10 Tindakan yang mempermudah menggapai seni membuang  barang:

  1. Jangan “Simpan dulu”
  2. Dilarang menyediakan tempat penyimpanan “Sementara”—putuskan sekarang!
  3. Tidak ada yang namanya “Kapan-kapan.”
  4. “Praktis sekali” menurut orang lain—menyebalkan menurut saya. 
  5. Tiada yang keramat 
  6. Barang yang dipunyai harus digunakan
  7. Metode penyimpanan dan penataan bukan solusi
  8. Mungkin ini bisa dibuang 
  9. Jangan takut tidak boleh membuang
  10. Jangan menyasar kesempurnaan

Saya baru menyadari di rumah saya masih banyak barang yang sudah tidak digunakan tapi masih disimpan. Yang penulis ingin sarankan adalah menyikapi kegiatan membuang secara positif. Untuk membenahi kehidupan kita yang repot karena kebanyakan barang, kita harus mulai menyingkirkan barang. Alih-alih takut mubazir, mari memanfaatkan keharusan untuk membuang sebagai kesempatan untuk merenungi nilai sejati harta benda Anda.

Buku ini mengingatkan pentingnya memegang prinsip sederhana ini: "simpan barang yang Anda pergunakan dan buang yang tidak dipergunakan." Saya sedang melatih mengindetifikasi barang kebutuhan yang seharusnya ada. Barang yang bermanfaat adalah barang yang dipergunakan. Menyimpan barang karena dibuang sayang dapat diibaratkan seperti sebuah siksaan. Bebaskan diri dari perasaan “dibuang sayang” dan dengan begitu Anda akan mulai melihat nilai sejati dari barang-barang. (halaman xiii)

Akan tetapi, sekadar memiliki barang belum tentu bagus. Kita harus mempertimbangkan apakah barang tersebut perlu, apakah barang tersebut dipergunakan. Jika tidak perlu, barang tersebut harus kita singkirkan. Inilah esensi dari Seni Membuang. (halaman xv)

Anda tidak perlu mencamkan bahwa merawat barang baik-baik adalah tindakan yang bagus untuk lingkungan. Ambil saja tiap barang satu-satu dan tanyakan kepada diri sendiri: apakah ini perlu? Bisakah ini dibuang? Proses seleksi ini akan berangsur-angsur memangkas kelebihan sampai Anda mencapai jumlah harta benda yang optimum. Pada saat itu, gaya hidup Anda niscaya sudah lebih ramah lingkungan. (halaman xvi)

Buku Suteru! Gijutsu juga mengangkat opini penulis bahwa cara terbaik untuk menghargai barang adalah dengan menggunakannya. (halaman xvi)

Saya harap pesan dari buku ini sampai kepada orang-orang segenerasi dengan ibu saya, orang-orang yang memegang nilai-nilai dan prinsip sama seperti beliau. Mereka harus mulai membuang barang dan menganggap bahwa bisa membuang barang juga tak kalah terpuji. (halaman xxxi)

Yang menarik dari buku Suteru! Gijutsu:

Penulis memberikan strategi untuk membuang barang, tetapi di akhir bab juga memberikan opsi. Jika kamu tidak tega membuang barang seperti buku misalnya karena sayang, masih ada cara lain yang bisa kamu lakukan (selengkapnya silahkan baca di bab 3). Namun, bukan berarti menyimpan di tempat sementara, cara lain yang ampuh memangkas barang bisa dengan membuang, menjual, atau memberikan.

Buku yang tidak tebal, tapi sangat bergizi. Buat kamu yang senang membaca buku inspiratif yang berkaitan dengan seni membuang barang, buku ini pas banget untuk menemani kamu. Karena bisa membantu kamu secara psikologis mempersiapkan diri membuang barang yang sudah tidak digunakan selama ini, tapi kamu terlampau sayang, sehingga pada akhirnya kamu bisa memutuskan untuk membuang atau mungkin memberikan (jika masih bagus).

Buat kamu yang mau beberes dan melepas berbagai barang yang sudah menumpuk, membaca buku ini akan memberikan berbagai solusi yang bisa jadi cocok dengan kamu.

Menurut saya, buku ini benar-benar tegas, kalau memang tidak dipakai yang simple saja, tinggal dibuang. Memang tidak sesederhana ketika diucapkan, makanya lebih baik silahkan menyelami buku ini dengan membacanya, siapa tahu akan menggugah hati kamu untuk cukup menyimpan barang yang akan digunakan.  Menariknya menurut saya, penulis juga melibatkan proses psikologis tersembunyi dibalik kegiatan “membuang.” Jadi, kegiatan membuang bukan suatu yang menyulitkan, melainkan membebaskan saya dari barang-barang yang tidak perlu saya simpan jika tidak akan digunakan.

Penulis juga memberikan berbagai contoh kasus terkait kegiatan membuang barang, serta solusi yang diberikan, hingga mengajak pembaca untuk “berpikirlah begini” sebagai upaya untuk menyingkirkan berbagai perasaan yang muncul saat akan membuang barang yang tidak diperlukan lagi.

Penulis mengajari kita untuk melepas barang-barang yang tak diinginkan akan melahirkan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini menyuguhkan saran dan teknik praktis juga solusi untuk melepas barang-barang yang memenjarakanmu, juga kiat-kiat agar kamu tidak banyak menimbun barang. Waktunya untuk hidup tanpa berlebih-lebihan. 🙂 🙂

Saya sangat suka buku ini*****  selesai baca  langsung beres-beres memangkas barang lagi. Bertahap, yang jelas setelah membaca buku The Llife Changing Magic of Tidying Up karya Marie Kondo saya sudah memangkas barang milik saya, lanjut setelah baca bukunya Fumio Sasaki barang saya makin menciut, dan habis baca buku ini, barang-barang saya makin ramping dan merasa terbebas 😀

Pelajaran yang bisa saya ambil dari buku ini:  Sederhananya bagi saya, lebih baik memiliki barang yang benar-benar dibutuhkan dan akan digunakan, ketimbang memiliki banyak barang yang diinginkan tapi digunakan, ujung-ujungnya mubazir. Buku ini memberi kesadaran dalam diri saya bahwa seringkali tidak sadar membeli barang yang sebenarnya tidak penting hanya karena lagi ada diskon, karena lucu dan sebagainya, tapi ya itu tadi tidak dipakai dan jadi numpuk. Kalau sudah seperti ini, bukankah barang yang sudah menumpuk dan tidak dipakai mulai dishortir, entah itu akan dibuang (jika sudah tidak layak pakai), akan di daur ulang, atau bahkan dijual. Seni membuang paling esensial dan paling sulit saya lakukan tentu saja melepaskan buku, karena sebagai pecinta buku, tak luput ratusan buku yang sudah saya beli, baca hingga tersusun dalam barisan koleksi buku.

Survei kami menunjukkan bahwa orang-orang merasa paling berat berpisah dengan buku, majalah dan pakaian. Masalah tersebut disebabkan oleh mentalitas “kapan-kapan”, yang secara umum berlaku pada barang-barang yang masih bisa digunakan alih-alih barang seperti makanan busuk atau TV rusak. (halaman 19)

Tentang membuang buku yang dibahas dalam buku ini, saya lebih suka dengan kata melepas buku ketimbang membuang buku -__-, karena khusus buku saya tidak akan pernah tega membuangnya apalagi buku ori, lebih baik disumbangkan ke perpustakaan daerah.  Setelah mengenal buku ini, saya berhasil untuk meminimalisir jumlah buku. Saya tetap mengoleksi buku yang menurut saya bagus, tapi selebihnya saya mulai rela melepaskan berbagai koleksi buku. Kalau barang-barang lain, saya sudah mulai nyicil sejak baca buku karya Marie Kondo. Selepas baca buku ini, rasanya saya terbebas dari rasa bersalah karena sempat menyimpan beberapa barang yang walaupun kondisinya bagus tapi sudah tidak saya pakai.


Ternyata, ada perasaan plong dan lega ketika saya memiliki cukup barang-barang yang saya akan gunakan saja. Semoga dengan melepaskan berbagai barang yang melekatkan ada kenangan, itu justru akan membebaskan. Sedikit atau banyaknya barang semua balik ke kamu maunya seperti apa, apapun yang disarankan oleh penulis lewat buku ini, tentu saja kembali ke diri kamu masing-masing lebih nyaman yang mana. Tinggal sesuaikan saja sama kebutuhan kamu dalam mengolah atau meminimalisir barang yang kamu punya. Kalau saya ternyata lebih senang membuang barang yang sudah tidak digunakan, dan melepaskan barang yang masih bagus tapi layak pakai.

Lewat buku ini, akhirnya saya berhasil melepas beberapa buku koleksi. Pelan-pelan dulu, karena kalau langsung melepas semua buku koleksi, ngeri khilaf beli lagi kalau pas ada diskon -__- Untuk buku-buku ori yang sudah saya baca dan koleksi selama beberapa tahun ini tidak saya buang, tapi saya sumbangkan.

Apakah kamu masih kesulitan membuang barang? Kini, saya tidak lagi, apalagi pas baca kalimat ini, langsung jleb tapi bener banget dan saya sangat setuju.

Agar Anda tidak menganggap keramat suatu barang, Anda harus mencamkan ini: “Ketika aku mati, ini semua akan menjadi sampah.” (halaman 31)

Berikut ini beberapa kalimat favorit saya dalam buku ini:

Jadi, jangan menyimpan barang sekedar untuk disimpan. Jika Anda menjunjung wacana mottanai, pikirkan apakah sebuah benda PERLU atau TIDAK? (halaman xvii)

Keyakinan saya sekarang masih sama dengan keyakinan saya kali pertama saya menulis buku ini: penting sekali agar kita membuang barang secara tegas tanpa rasa sayang.

Sebagaimana kita tidak boleh makan terlalu banyak, kita seharusnya juga tidak boleh mengumpulkan terlalu banyak barang di sekitar kita. Makanan mungkin lezat dan bergizi, tetapi harus ada batasnya: barang mungkin murah dan berkualitas bagus, dan berguna, tetapi kita tidak boleh menimbun barang terus-menerus. (halaman xxiv)

Apabila Anda bersikukuh untuk tidak menyediakan tempat “penyimpanan” sementara, Anda seringkali akan mendapati bahwa ada barang-barang yang semestinya dibuang. (halaman 12)

Barang yang Anda punyai harus Anda gunakan. Jika tidak digunakan jangan sampai punya. (halaman 36)

Jangan menyasar kesempurnaan program yang cocok untuk Anda mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu, tetapi program itu pulalah yang kemungkinan besar lebih ampuh. (Halaman 62)

Tak usah repot-repot memikirkan apakah suatu barang sudah Anda pergunakan sampai maksimal atau belum. Barangkali betul masih bisa digunakan, tetapi bukan berarti barang tersebut tak boleh dibuang. Terima kenyataan tersebut dan dengan demikian, akan berkurang kekhawatiran Anda. (Halaman 92)

Hal pertama yang harus kita lakukan masing-masing adalah membuang tumpukan barang yang mengepung kita. Ini akan membantu mengubah cara hidup kita. Kemudian, barangkali akan berubah pula cara beroperasi aneka usaha lain-lain di negara kita. (Halaman 129)

Tentang Buku :

Judul : SUTERU! GIJUTSU Seni Membuang Barang: Enyahkan Berantakan dan Raih Kebahagiaan

Penulis : Nagisa Tatsumi

Penerjemah : Reni Indardini

Penerbit : Penerbit Bentang Pustaka

Jumlah halaman: xIii + 134 hlm; 20,5 cm

ISBN : 978-602-291-734-2

Komentar

Postingan Populer

Tentang Olfactory dan Gustatory

Juma Lau, Tempat Wisata Asri Dekat dari Medan

Serunya Belajar Mind Mapping