HEXAGOGY : Strategi Bahagia Belajar di Hexagon City
HEXAGOGY : Strategi Bahagia Belajar di Hexagon City
Mengenalkan Konsep Hexagogy sebagai proses belajar di Hexagon City
Bahasan kali ini adalah upaya mengenalkan Konsep Hexagogi sebagai proses belajar di Hexagon City. Telaah kurikulum Gamifikasi Hexagon City pada proses pembelajaran Kelas Bunda Produktif Batch 3 - Institut Ibu Profesional. Kompleksitas penggunaan berbagai strategi pembelajaran yakni heutagogy, peeragogy dan cybergogy dalam Gamifikasi Hexagon City.
Dalam dunia pendidikan pada mulanya dikenal dua strategi pembelajaran, yakni istilah Pedagogi dan Andragogi. Sebelum membahas lebih jauh, saya akan membahas istilah tersebut dari definisi. Pedagogi berasal dari bahasa Yunani paedagogie, dimana terdiri dari pais genetif, paidos yang berarti anak dan agogo berarti memimpin, sehingga secara harfiah pedagogi, berarti memimpin anak. Kata pedagogi juga dberasal dari bahasa latin yang bermakna mengajari anak, sementara dalam bahasa Inggris istilah pedagogi (pedagogy) digunakan untuk merujuk kepada teori pengajaran, dimana guru berusaha memahami bahan ajar, mengenal siswa dan menentukkan cara mengajarnya.
Istilah andragogi biasanya dijumpai dalam proses pembelajaran orang dewasa (adult learning), baik dalam proses pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah) maupun dalam proses pembelajaran pendidikan formal. Dugan (1995) mendefinisikan andragogi lebih kepada asal katanya, andragogi berasal dari Bahasa Yunani. Andra berarti manusia dewasa, bukan anak-anak, menurut istilah, andragogi berarti ilmu yang mempelajari bagaimana orang dewasa belajar. Pendidikan orang dewasa adalah suatu proses belajar yang sistematis dan berkelanjutan pada orang yang berstatus dewasa dengan tujuan untuk mencapai perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan.
Lalu strategi pembelajaran tersebut mengalami perkembangan, ada strategi lain yang merupakan Kontinum atau rangkaian selanjutnya dari strategi Andragogi yakni Heutagogi. Apakah Heutagogi itu?. Pendekatan heutagogical dapat dilihat sebagai perkembangan dari pedagogy ke andragogy untuk heutagogy, dengan peserta didik juga maju dalam kedewasaan dan otonomi (Canning, 2010). Heutagogy merupakan pengembangan dari Andragogy dimana dalam Heutagogy proses pembelajaran dilakukan secara mandiri dan sangat fleksibel. Perbedaannya jika Andragogy proses pembelajaran masih diarahkan sedangkan Heutagogy benar-benar mandiri dalam melaksanakan proses pembelajaran. Heutagogy menggunakan pendekatan holistic dalam beberapa situasi belajar, fokusnya harus pada apa dan bagaimana peserta didik belajar, bukan apa yang diajarkan.
Hexagon City adalah kota virtual yang dibuat oleh Ibu Septi Peni Wulandani yakni founding mothers Ibu Profesional. Hexagon City merupakan manifestasi perkuliahan Bunda Produktif di Institut Ibu Profesional. Hexagon City memiliki tagline sebagai kota produktif, warga kreatif, penuh solusi. Kota virtual ini dibuat sejak September 2020. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan di Hexagon City menggunakan berbagai gamifikasi untuk memudahkan Hexagonia baik yang berperan sebagai Tim Formula, Co-Housing, Cluster ataupun City Leader untuk bisa mewujudkan 5 value Ibu Profesional yakni belajar, berkembang, berkarya, berbagi, dan berdampak. Pembelajaran di Bunda Produktif Institut Ibu Profesional merupakan proses Hexagonia untuk menemukan misi spesifik hidupnya di muka bumi ini. Sehingga sebagai ibu atau calon ibu, Hexagonia bisa berdaya, merdeka dan bahagia, anak atau keluarga tetap menjadi prioritas utama.
Sebagai bagian dari Institut Ibu Profesional, kelas Bunda Produktif mencoba menggambarkan kegiatan perkuliahan yang direncanakan dan dilaksanakan selama 1 tahun. Proses perpaduan perkuliahan dan aktivitas produktif di Hexagon City dibuat untuk mengenali potensi diri, menghasilkan karya dan membentuk jaringan kemandirian di Hexagon City.
Beberapa perbedaan Pedagogy, Andragogy dan Heutagogy :
Ketergantungan, dalam Pedagogy peserta didik sangat tergantung pada Guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran, karena peserta didik pada umumnya adalah anak-anak. Sedangkan dalam Andragogy proses belajar dilakukan oleh orang dewasa, sehingga seharusnya peserta tidak tidak mengalami ketergantungan pada guru atau sumber ilmu, peserta didik diharapkan mandiri mencari sumber ilmu untuk memecahkan masalah yang mereka. Namun dalam praktiknya, peserta didik masih memiliki ketergantungan belajar pada apa yang disampaikan guru atau sumber ilmu saja. Pada Heutagogy, peserta didik mandiri mencari sumber ilmu untuk mencari solusi dari masalah sendiri dan mencari jawaban sendiri atas permasalahan yang mereka temukan.
Alasan untuk belajar, Keberhasilan proses pembelajaran tentunya harus diawali dengan alasan yang kuat untuk mengikuti proses pembelajaran. Pada Pedagogy proses pembelajaran pada umumnya dijalani bukan karena keinginan sendiri sehingga tanggung jawab peserta didik akan proses belajar sedikit rendah. Andragogy sebaliknya, mereka belajar karena merasa ada kebutuhan sebuah kemampuan yang harus mereka kuasai. Sementara pada Heutagogy, peserta didik memiliki tanggung jawab penuh akan proses pembelajaran yang dijalani baik karena kebutuhan dan keinginan belajar.
Fokus Pembelajaran, Pedagogy jelas fokus pada kurikulum yang digunakan oleh sekolah masing-masing, Andragogy berfokus pada tujuan dan sangat memungkinkan peserta didik untuk belajar lintas disiplin ilmu. Dalam Heutagogy, peserta didik didorong untuk belajar sendiri (inquiry) seperti halnya proses Andragogy dengan melihat masalah yang dihadapi saat ini, juga masa depan dengan kompleksitasnya.
Motivasi Belajar, Motivasi belajar pada Pedagogy berasal dari luar peserta didik yaitu orang tua, , keluarga, teman, Guru dan lain-lain. Motivasi Belajar pada peserta didik Andragogy berasal dari dalam diri mereka karena harga diri mereka akan lebih meningkat jika sukses dan berhasil melewati tantangan. Dalam Heutagogy, motivasi datang secara mengalir dari pengalaman belajar mereka.
Peran Guru. Guru menjadi sumber ilmu dalam proses pembelajaran dalam Pedagogy. Pada Andragogy Guru menjadi fasilitator proses pembelajaran dan menjadi pelatih. Kalau di Heutagogy yaitu menyatukan peluang, konteks, relevansi eksternal, dan kompleksitas yang diperluas.
Berdasarkan perbedaan di atas, Prof, Dr. Sudarwan Danim, dan Dr. H. Khairil dalam bukunya Pedadogi, Anragogi dan Heutagogi yang diterbitkan oleh Alfabeta menganggap bahwa Heutagogy bukanlah kelanjutan dari Andragogy sehingga lebih cocok diterapkan pada pendidikan diatas usia sekolah, tetapi Heutagogy merupakan sebuah tujuan akhir dalam proses pembelajaran.
Seseorang yang telah selesai menempuh pendidikan formal harus mampu untuk terus mengembangkan apa yang telah didapat dalam lembaga pendidikan formal (wadah belajar) karena ilmu yang sebenarnya akan lebih banyak didapatkan di luar wadah belajar dari pada saat berada di dalam wadah belajar tersebut.. Atau dengan kata lain Heutagogy akan membuat seseorang untuk terus belajar sepanjang hayat.
Seperti hal yang saya sampaikan pada bagian awal tulisan ini, bahwa tulisan ini adalah upaya saya sebagai Dekan Bunda Produktif - Institut Ibu Profesional untuk mengenalkan Konsep Hexagogy sebagai proses belajar di Hexagon City.
Hexagogy adalah strategi belajar di Hexagon City yang memadukan Heutagogy, peergogy dan cybergogy yang dibalut dalam aktivitas gamifikasi.
Gamifikasi yang sudah dilakukan sejak Hexagon City didirikan menjadi jalan untuk membuat Hexagonia sebagai subjek dalam pendidikan merasakan kegembiraan dalam beraktivitas. Menurut saya, gamifikasi yang dilakukan di Hexagon City memiliki beberapa tujuan :
Memudahkan pemahaman Hexagonia dalam memahami analogi istilah, peran, sistem dan proses belajar.
Memantik Hexagonia memiliki rasa ingin tahu dan gembira selama beraktivitas
Mendorong pemahaman potensi yang akan membentuk rasa percaya diri Hexagonia
Komentar
Posting Komentar