Cerdas Menjadi Ibu Rumah Tangga

Ya, saya Ibu Rumah tangga.

Ape lu!

Halah gualak amaaat..

Jika ada yang bertanya apakah Kamu Ibu Rumah Tangga, apa lagi bertanya;  Kamu "hanya Ibu Rumah Tangga ya?", dibawa santai saja yah, jangan jadi gualaak..

Yuk Kenalan dahulu, Saya Elva, Istri dan ibu dari dua orang putra. Saya mau cerita tentang Ibu Rumah Tangga atau sering disingkat IRT. Saya cukup sering mendengar orang yang berpandangan miring tentang "IRT" ini. Hal yang viral tentang IRT adalah kaum rebahan, yang seringnya menghabiskan uang suami, diam saja di rumah mendidik anak-anak, nonton drakor atau sinetron yang tidak jelas manfaatnya, lebih sering ketinggalan zaman dibandingkan ibu-ibu yang bekerja di ranah publik.

Tidak jarang praduga diatas malah disambut jawaban sinis atau malah merasa rendah diri dari seorang Ibu Rumah Tangga. Nah loh..

Akhir tahun 2005, saya bekerja di sebuah NGO. Setelah saya menyelesaikan tanggung jawab sebagai Ketua Umum sebuah organisasi perempuan, pengalaman bekerja di NGO ini merupakan pengalaman pertama bagi saya bekerja di ranah publik dengan mendapatkan gaji. Saya terjun dengan misi pemberdayaan perempuan di Provinsi Aceh pasca bencana tsunami tahun 2004 yang terjadi di daerah tersebut.

Saya melihat bagaimana perempuan dari rumahnya berjuang bukan saja mencari nafkah tambahan bagi keluarga, namun juga menjadi tulang punggung bagi keluarga mereka. Apakah mereka Ibu Rumah Tangga, Ya!. Mereka adalah Ibu Rumah Tangga. 

Mungkin perempuan yang bekerja di ranah publik juga berpikir kenapa ya label Ibu Rumah tangga seperti hanya bagi perempuan, ibu yang tidak bekerja, padahal perempuan, ibu yang bekerja di ranah publik pun adalah seorang IBU RUMAH TANGGA.

Saya melihat definisi yang dibuat oleh wikipedia tentang Ibu Rumah Tangga. Ibu rumah tangga (Inggris: housewife) adalah seorang wanita yang bekerja menjalankan atau mengelola rumah keluarganya, bertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya, memasak dan menghidangkan makanan, membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari, membersihkan dan memelihara rumah, menyiapkan dan menjahit pakaian untuk keluarga, dan lain sebagainya. Ibu rumah tangga umumnya tidak bekerja di luar rumah. 

Definisi diatas tentu masih memberi ruang diskusi bagi kita semua, bukan untuk diperdebatkan semata, namun disadari sebagai definisi yang berlaku umum, namun tidak sepenuhnya benar atau sesuai fakta yang terjadi.

Ada 2 hal yang akan kita diskusikan dari definisi tersebut.

  1. Apakah perempuan yang bekerja di ranah publik tidak melakukan pengelolaan rumah tangganya, walau pun tugas tersebut semisal memasak, menghidangkan masakan kepada keluarganya?, apalagi mendidik anak-anaknya?
  2. Ibu Rumah Tangga umumnya tidak bekerja di luar rumah. Apakah definisi bekerja ini hanya untuk yang beraktivitas "kerja" di luar rumah, sangat banyak bisnis, karya yang dihasilkan perempuan dari rumah baik bisnis, keterampilan yang bisa dinilai dengan materi atau pun manfaat lainnya. Apakah perempuan seperti ini masih dianggap ibu rumah tangga atau tidak?

Menariknya referensi yang dikemukakan Wikipedia tentang Ibu Rumah Tangga berasal dari : Merriam Webster Dictionary yang mendefinisikan ibu rumah sebagai seorang wanita menikah yang bertanggung jawab atas rumah tangganya.

Saya tidak akan fokus membahas wikipedia, karena kalau kita melihat KBBI  sebagai rujukan definisi, kurang lebih sama. Intinya Ibu Rumah Tangga adalah perempuan yang tidak bekerja di kantor. Kalau hanya seperti ini bisa gawat, laki-laki, bapak-bapak juga banyak yang bekerja dan berkarya dari rumah, apakah mereka disebut Bapak Rumah Tangga?. Apakah laki-laki, bapak-bapak tidak ada yang memasak, mempersiapkan makanan bagi keluarganya?. Jika dalam mendidik anak-anak, apa iya Bapak dan Ibu yang bekerja tidak terlibat dalam mempersiapkan dan melakukan aktivitas mendidik dan mendampingi anak-anak?

Lalu apa yang ingin saya diskusikan lebih lanjut dari Ibu Rumah Tangga?

Saya menyepakati sebagian definisi ibu rumah tangga pada Merriam Webster Dictionary, ibu rumah tangga adalah wanita menikah yang bertanggung jawab atas rumah tangganya. Hanya sampai disini, tidak ada embel-embel pekerjaan di ranah domestik atau publik yang seharusnya dilekatkan pada definisi tersebut.

Setiap wanita menikah adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab atas rumah tangganya. Bentuk tanggung jawab tersebut adalah dengan belajar mengelola rumah tangga sebaik mungkin bersama pasangan, bersama anak sebagai satu kesatuan utuh orang yang berada dalam rumah tangga tersebut.

Saya jadi mengingat momentum pada akhir tahun 2008. Saat itu, saya memutuskan untuk selesai bekerja di ranah publik, saya ingin fokus membersamai anak-anak. Posisi di ranah publik dan sudah biasa mengelola finansial secara mandiri ternyata menjadi ujian bagi saya. Saya yang memutuskan tanpa paksaan suami malah seperti merasa tidak berguna. Merasa menyesal. Saya larut dalam doa sedih sepanjang sholat. Tengah malam terbangun dan berupaya menyelesaikan dengan diam dan tangis. Suami merasa tidak enak membiarkan saya berjuang sendiri, namun itu adalah permintaan saya, saya butuh ruang sendiri dan berdoa disaat sedih.

Apa iya ada doa sedih?, jika saya yang memutuskan, mengapa saya yang menyesalinya, menangis tersedu karena apa?, apa yang tidak saya ikhlaskan dari proses ini?. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mulai berputar di kepala saya. Saya menyadari, jika hal ini berlarut, pasti akan berpengaruh pada rumah tangga kami, apalagi suami tidak bisa masuk dalam kesedihan saya, karena saya melarangnya. Dia hanya mengusap kepala dan terkadang duduk disamping saya dengan wajah sedih.

Oh ternyata saya belum menerima dengan ikhlas status baru saya sebagai wanita yang bekerja di ranah domestik saja, saya merasa tidak berguna karena tidak memiliki penghasilan sendiri. Ada yang tidak benar dengan cara berpikir saya waktu itu, saya yang awalnya menolak bahwa label Ibu Rumah Tangga tidak ada kaitannya dengan pekerjaan yang dilakukan di ranah publik atau domestik malah jatuh kedalam rasa bersalah karena menjadi ibu rumah tangga yang di dan dari rumah saja.

Akhirnya, setelah saya menyadari apa yang tidak benar dan menjadi masalah saya, sampai saya menangis dan berdoa sedih kepada Allah, saya siap berdiskusi dengan suami saya. Saya menyadari, suami kehilangan saya sesaat, eh seminggu, eh bukan 1 bulan eh lebih..don't try this at home lah pokoknya ya teman-teman, saya jadi malu.

Ketika saya membuka ruang diskusi dengan suami, beban berat di pundak  saya, rasanya terangkat. Doa yang saya panjatkan adalah doa optimis, tidak bersedih dan merasa tidak berguna. 

Dari diskusi kami saat itu, saya membutuhkan kegiatan dan komunitas yang bisa menjadikan saya berguna selain mengurus rumah tangga. Kami akan menjadi support system satu sama lain. Buatlah diri merasa berguna sebelum diri memang berguna secara utuh. Saya menyimpulkan ini lah hal penting disaat itu. Mengapa? persepsi saya harus dirubah terlebih dahulu, saya akan menerima diri saya yang berguna baik bagi diri saya, bagi keluarga saya,apa adanya. Sangat penting memiliki sikap positif, merasa berguna, sebagai jembatan sebelum saya melakukan kegiatan dan menemukan komunitas yang memang menerima saya karena saya bisa belajar lebih berguna.

Menemukan Ibu Profesional.

Saya senang membaca status media sosial salah satu senior saya di organisasi perempuan di kota saya dahulu. Semakin saya telusuri saya semakin tertarik. Awal tahun 2015 saya semakin giat mencari informasi, termasuk melakukan diskusi intensif dengan senior tersebut. Sepulang training salah satu metode berhitung yang diikuti nya di Salatiga, senior saya memberikan nomor telepon nara hubung yang bisa saya hubungi untuk komunitas belajar yang sudah saya cari beberapa tahun ini.

Masya Allah senangnya..

Setelah mendaftar, saya belajar bersama dengan teman-teman dari Aceh yang telah lebih dahulu memiliki komunitas Ibu Profesional di Provinsi mereka. 

Pada Maret 2015, saya dan teman-teman di Medan membentuk Komunitas Ibu Profesional di Sumatera Utara, dan saya menjadi salah satu koordinator regional Ibu Profesional Sumatera Utara.

Mengapa saya tertarik dengan Ibu Profesional?. Ibu Profesional adalah ibu yang memiliki kesungguhan belajar bagaimana meningkatkan kapasitas diri, keluarga dan lingkungan menjadi lebih baik. Profesionalisme terletak pada komitmen dan konsistensi belajar yang dilakukan sepanjang hayat.

Cerdas Menjadi Ibu Rumah Tangga

Setelah saya tahu apa yang menjadi masalah saya, kebutuhan selanjutnya adalah mencari solusinya. Saya harus belajar, belajar cerdas menjadi ibu rumah tangga sebagai bentuk tanggung jawab saya pada rumah tangga saya. Saya tertarik dengan kelas-kelas belajar yang dimiliki oleh Institut Ibu Profesional. Institut adalah salah satu komponen yang dimiliki oleh Ibu Profesional. Kelas-kelas yang diselenggarakan adalah tahapan kelas yang bisa diikuti oleh ibu atau pun calon ibu untuk membina diri. 

Pernah dalam sebuah diskusi dengan salah satu member baru di Institut Ibu Profesional, seorang ibu bertanya, apakah kelas yang akan diikuti nya bisa bermanfaat untuk dirinya dan anak-anaknya. Dari yang telah saya alami, semua kelas di Ibu Profesional bermanfaat untuk diri saya, suami dan anak-anak saya. Kita hanya perlu menyadari hubungan pembelajaran di setiap kelas dengan tujuan kita belajar. Ada sebuah ungkapan dari M. Hatta, salah satu pendiri Bangsa ini yang sangat senang saya dengar lalu saya ucapkan berulang, "jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi". Jadi, jika ditanya apakah akan bermanfaat kelas belajar yang diikuti di Ibu Profesional maka jawabannya, kelas-kelas yang ada di Ibu Profesional bisa bermanfaat untuk 1 generasi yang akan datang.


Teman-teman yang ingin melihat informasi tentang kelas apa saja yang ada di Institut Ibu Profesional bisa membuka website Ibuprofesional atau bisa juga mampir ke website institutibuprofesional

Kelas-kelas di Institut Ibu Profesional adalah kelas yang saya gunakan untuk belajar mengelola diri, keluarga, dan terlibat aktif dalam masyarakat secara bertahap. Kelas yang menghadirkan "rasa berguna" menjadi "memang benar-benar berguna" karena tidak ada peran yang saya jalankan lepas dari proses saya menerima dan memberikan kontribusi terbaik yang bisa saya lakukan. Dari komunitas ini saya belajar menjalankan pesan Founding Mothers Ibu Profesional, Ibu Septi Peni Wulandani, "Tidak ada peran yang remeh, tidak berguna, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh". Saya belajar tidak merasa bersalah jika ada proses yang belum baik sekali pun yang saya lakukan dalam rumah tangga saya, karena proses belajar itu lah yang harus saya sadari sebagai upaya profesional saya menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga. 

Saat mengikuti kelas Bunda Produktif, saya mendapatkan kesempatan beraktivitas sesuai dengan pemahaman saya, bahwa Ibu Rumah Tangga adalah wanita yang telah menikah dan bertanggung jawab atas rumah tangganya. Di kelas Bunda Produktif ini para ibu dilatih untuk memahami potensi diri, menemukan jalan hidup sesuai fitur uniknya, sehingga antara mendidik anak, berkarya dan menjemput rejeki menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan apalagi dikorbankan. Pekerjaan atau pun karya yang dilakukan oleh seorang wanita baik di ranah publik atau domestik adalah hal lain yang bisa dilakukan oleh setiap wanita. Pekerjaan atau karya ini bisa diciptakan dan dilakukan dari rumah atau setiap sudut ruang yang dipilih seorang wanita. 

Di kelas ini saya mengambil peran sebagai Sekretaris Jenderal Hexagon City, sebuah kota virtual yang pada awalnya berisi hampir 1000 orang yang beraktivitas bersama. Saya memaknai, nilai aktivitas yang saya lakukan sama, setara baik itu di dalam rumah atau di luar rumah. Yang harus saya pikirkan adalah apakah aktivitas tersebut benar-benar harus saya lakukan sebagai istri, ibu, anak dari kedua orang tua dan mertua, lalu lingkungan saya. Apa tujuan aktivitas saya, dan apakah saya bahagia menjalankan semua aktivitas dan peran itu.

Ibu Pembaharu.

Saya menyadari bahwa tidak ada kesuksesan di luar rumah saya, jika pondasi di dalam rumah tidak saya bangun secara utuh bersama keluarga saya. Hal ini juga yang saya pelajari di Ibu Profesional.

Menjelang 1 dekade Ibu Profesional, kami di ajak untuk menjadi Ibu Pembaharu. Ibu Pembaharu yaitu seorang ibu yang mampu menemukan masalahnya dan mengubahnya menjadi sebuah tantangan hidup, sehingga bisa menciptakan solusi untuk masalah tersebut. Kata kuncinya adalah melihat tantangan dan merubah tantangan menjadi solusi. 

Program Ibu Pembaharu ini sudah diperkenalkan saat Konferensi Ibu Profesional tahun 2019, di Yogyakarta. Tahapan selanjutnya Ibu Profesional akan membuat ekosistem Ibu Pembaharu agar lahir para ibu yang siap menghadapi perubahan zaman. 

Tentu saja lahirnya ekosistem Ibu Pembaharu bisa menjadi wadah bagi setiap ibu rumah tangga, agar terlibat aktif merubah masalah menjadi tantangan yang bernilai solusi. Tidak ada perubahan yang bisa dilakukan tanpa kesadaran dari individu dalam sebuah ekosistem nantinya. 


Ekosistem ini juga merupakan kesempatan emas bagi semua ibu rumah tangga, apakah yang memiliki pekerjaan dari ranah domestik dan publik untuk saling mendukung satu sama lain sehingga tercipta ekosistem Ibu Pembaharu yang memiliki dampak positif bagi Indonesia dan dunia. Saya Elva, Ibu Rumah Tangga dan Saya Bangga.

Tulisan ini merupakan karya saya yang diikutsertakan dalam Sayembara Catatan Perempuan #darirumahuntukdunia


Komentar

  1. Suka sama ibu profesional ini kak. Secara kadang jadi ibu rumah tangga/ibu sering dijalankan secara apa adanya .padahal harusnya dengan penuh kesadaran dan juga banyak belajar. Karena ibu lah pondasi awal anak belajar. Dan perubahan suatu negara dimulai dari pergerakan di rumah.

    BalasHapus
  2. Mba Elva pernah di NGO Banda Aceh juga?
    Saya juga. Tahun 2007 - 2009.

    Untuk saya pribadi, saya suka menjadi ibu rumah tangga. Bahasa kerennya full time mom.

    Kalau saya bekerja, nanti anak saya pasti diasuh oleh pengasuh, yang mgkn maksimal hanya tamat sma.
    Lebih baik diasuh saya yang lulusan perguruan tinggi ya tak..
    (Kok berasa sombong awak).

    Lagipula, siapa yang tau apa yg akan diajarkan oleh org lain selain saya kepada anak anak saya ya kan..
    Lebih baik saya turun tangan langsung.

    Semoga tuilsan mba Elva menang dalam lomba ini ya, aamiin YRA

    BalasHapus
  3. Wah, mantabs nih ibu pembaharu. Nanti ada juga bapak pembaharu hehe
    Semoga peran ibu tumah tangga semakin baik untuk mensupport keluarga

    BalasHapus
  4. Keren banget kak elva ini, Mudah-mudahan tahun depan, aku bisa aktif lagi di IIP. Tahun ini masih belum bisa fokus. Kemarin udah disenggol ma temen untuk ikutan sayembara ini , tetapi kaykanya gak bisa. hiks...

    BalasHapus
  5. Keren kak, meskipun labelnya Ibu Rumah Tangga kk masih bisa mengaktualisasikan diri di IIP, saya juga bangga nih jadi ibu rumah tangga karena bisa kerja dari rumah :)

    BalasHapus
  6. Sebelum menjadi berguna seutuhnya jadikan diri merasa berguna.

    Suka sekali sama notes yang di bold ini.
    Karena seringkali ibu rumahtangga merasa tidak berdaya guna karena asumsi masyarakat yang mendiskreditkan profesi mulia ini. Padahal bila menjadi ibu rumahtangga profesional itu gak kalah sama profesi lain di luaran

    BalasHapus
  7. Jadi pengen bergabung dengan Ibu Propesional deh, memang betul menjadi IRT dianggap pekerjaan rumah dan anak adalah kewajibannya, sementara upgrade diri dan wawasannya dikesampingkan karena banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan dirumahnya yang terus berulang tidak ada beresnya, jadinya IRT yang tidak update, kuper dan stressan..hehe

    BalasHapus
  8. Hidup bu erte! Ibu Rumah Tangga. Saya sendiri pun hingga kini masih menjawab sebagai IRT kl ada yg nanya. Lha iya dong... kan tugas utama seorang ibu, mengurus rumah tangganya, mendampingi suami dan anak2nya... yg lain? side job hihihi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer

Tentang Olfactory dan Gustatory

Juma Lau, Tempat Wisata Asri Dekat dari Medan

Serunya Belajar Mind Mapping