Manajemen Organisasi : False Celebration


Pogram Mentorship Bunda Cekatan Ibu Profesional pada pekan ini menugaskan kami untuk melakukan False Celebration. Apa sih False Celebration itu?. Saya pribadi belum menemukan referensi yang lebih jelas mengenai hal ini. Beberapa referensi yang saya dapatkan hanya pengulangan postingan wawancara beberapa media pada Bunda Septi Peni Wulandani tentang bagaimana beliau mendidik anak-anaknya di rumah. Bahkan saat membuka blog duniaummi-duniaku.blogspot.com ada materi bunda cekatan yang ternyata juga kurang lebih membahas kebiasaan keluarga bunda Septi dalam melakukan False Celebration. Dari pemaparan beliau dalam wawancara atau pun artikel tersebut, saya mengetahui bahwa Bunda bersama keluarga rutin melakukan False Celebration untuk melihat perubahan cara, strategi yang dilakukan oleh keluarga beliau setelah melakukan sebuah kesalahan.

 "It's ok to make mistake, as long as I learn from it".

Dalam hal ini saya melihat bagaimana tahapan apresiasi yang biasa dilakukan dalam mendidik, membina dan mengembangkan potensi seseorang, ditingkatkan dengan menggeser nya menjadi forum evaluasi sistem, sistem utama yang dievaluasi adalah pribadi yang terlibat, dan hal ini akan sangat besar dampaknya, jika diri yang mengetahui kesalahan, menyesal melakukan kesalahan lalu berubah dan belajar dari kesalahan tersebut. Ada sebuah kesadaran yang itu memiliki dampak sangat besar dan kuat.

Saat bunda Septi menyampaikan materi, beliau menyinggung beberapa hal terkait feedback dan dampaknya pada perubahan, antara lain :
  • Devil's Advocate
  • "Metode 360"
  • Butterfly Effect
Saya akan sharing sedikit pengetahuan yang saya dapatkan setelah mencoba mencari beberapa bahan bacaan dan menarik benang merah dari apa yang disampaikan beliau.

Devil's Advocate.

Sama halnya dengan False Celebration, saya jug baru mendengarkan istilah ini dari bunda Septi. Yang setelah saya amati, selama ini saya mengenalinya dengan istilah lain, bahkan peran ini sangat sering saya perankan didalam organisasi. Hanya kalau saya mengenalnya dengan pembagian peran porblem solver dan destroyer dalam komunikasi kelompok. Saya sangat sering dianggap jutek, ribet, ceriwis dan lain sebagainya. Saya adalah orang yang sering diposisikan atau memposisikan diri sebagai Devil's Advocate.

Devil's Advocate Technique, yaitu suatu teknik untuk meningkatkan kualitas keputusan kelompok dimana satu anggota kelompok diberikan tugas untuk menjadi tidak setuju dengan dan mengkritik apapun rencana atau keputusan yang sedang dipertimbangkan

pic taken from slide share

Saya jadi teringat peran yang saya lakukan sebagai panelis saat pemilihan ketua OSIS  di SMU dahulu. Saat itu adalah kali pertama saya memerankan Devil's Advocate dihadapan pengurus OSIS seangkatan saya, para kandidat ketua OSIS yang akan dipilih dan juga guru pembimbing. Sebelum kegiatan saya dipanggil oleh ketua OSIS kami saat itu, menadapatkan tugas dan kami mendiskusikan tujuan, batasan dan mekanisme yang akan saya lakukan. Setelah disepakati semua hal, saya memerankan Devil's Advocate. Jadi memang direkayasa oleh organisasi ya, bukan karena split personality atau bahkan sejenis demonstrasi

Saat itu, setelah kandidat ketua OSIS memaparkan visi misi mereka, tugas utama saya adalah merespon secara berlawanan visi misi yang disampaikan oleh para kandidat, tujuannya adalah menguji keyakinan kandidat terhadap visi misi mereka, tujuan lainnya adalah agar ada sudut pandang lain yang kami harapkan bisa memberi pengertian atau pemahaman baru yang lebih utuh terhadap sesuatu hal.

Memang didalam sebuah organisasi terkadang ada rekayasa komunikasi kelompok yang harus dilakukan agar komunikasi secara nyata lebih baik kualitasnya atau pun dalam rangka agar tujuan organisasi/komunitas terkait suatu kebijakan atau program bisa tercapai dengan baik. 

Metode "360 degree feedback".



Menurut Karmawidjadja (2007) metode "360 degree feedback" adalah proses penilaian kinerja dengan sumber penilaian berdasarkan perilaku seseorang atas individu serta perilaku terhadap atasan, rekan kerja, bawahan dan anggota-anggota lain suatu tim proyek, para customer, maupun supllier.


Masih menurut Karmawidjadja (2007) manfaat sistem penilaian kinerja "360 degree feedback" adalah:
  1. Meningkatkan kompetensi organisasi, karena mempermudah dalam melihat posisi organisasi untuk menghadapi tantangan baru.
  2. Meningkatkan kesadaran karyawan untuk berprestasi dalam pekerjaannya.
  3. Perubahan perilaku karyawan yang disesuaikan dengan perubahan lingkungan.
  4. Menyelaraskan perilaku karyawan dengan visi, misi dan nilai-nilai organisasi.
Namun yang harus diperhatikan adalah sebagai sebuah metode, "360 degree feedback" pun juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain metode ini bisa meminimalisir bias, lebih valid karena berasal dari berbagai sumber. Metode ini bisa digunakan untuk pengembangan komunitas/organisasi bahkan karyawan secara berkesinambungan.

Kekurangannya, jika Devil's Advocate hanya dilakukan oleh satu atau dua orang, metode "360 degree feedback" melibatkan lebih banyak data, metode ini dilakukan pada organisasi/komunitas yang lebih siap manajemen organisasi. Kelemahan lainnya adalah sama seperti kebanyakan metode yang menggunakan ukuran atau penilaian kuantitatif, maka metode ini dirasakan kurang bisa mengidentifikasi kebutuhan pengembangan diri dan komunitas secara kualitas.

Butterlfy Effect.

pic taken from kompasiana.com

Butterfly Effect adalah istilah dalam “Teori Chaos” (Chaos Theory) yang berhubungan dengan “ketergantungan yang peka terhadap kondisi awal” (sensitive dependence on initial conditions), dimana perubahan kecil pada satu tempat dalam suatu sistem non-linear dapat mengakibatkan perbedaan besar dalam keadaan kemudian. Istilah yang pertama kali dipakai oleh Edward Norton Lorenz ini merujuk pada sebuah pemikiran bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian. Fenomena ini juga dikenal sebagai sistem yang ketergantungannya sangat peka terhadap kondisi awal. Perubahan yang hanya sedikit pada kondisi awal, dapat mengubah secara drastis kelakuan sistem pada jangka panjang.

Dalam manajemen organisasi penggunaan Butterfly Effect ini merujuk pada kondisi rumit atau komplek yang harus diurai apa akar masalah yang harus dirubah. Butterfly Effect ini bisa digunakan untuk menunjukkan perubahan hal kecil lalu, dibiasakan, merubah value dan menjadi karakter. Hasilnya adalah perubahan yang berdampak secara signifikan pada diri atau bahkan organisasi.

Misal perubahan kebiasaan menggunakan wadah sebagai pengganti plastik sekali pakai di sebuah organisasi atau perusahaan bisa menjadi titik awal perubahan kebijakan keuangan yang berdampak pada seluruh pembiayaan kegiatan organisasi atau perusahaan. 

Mentorship Bunda Cekatan di Ibu Profesional menjadi langkah bagi saya untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai seorang leader. Saat ini pengembangan diri sebagai leader yang saya lakukan adalah dengan menjadi mentor untuk pengembangan kapasitas diri bagi beberapa leader komunitas yang lain.

Sebagai leader tentu kita memerlukan wawasan yang bisa digunakan untuk menambah kapasitas diri, kapasitas team dan komunitas. Seorang leader harus mengenali metode dan kecocokan penerapannya dalam lingkungan organisasi. Leader perlu mengidentifikasi, melakukan uji coba, mengadaptasi dan membiasakan sebuah metode jika memang metode tersebut berdampak pada pengembangan kapasitas diri leader, team atau pun komunitas. 

Menariknya metode-metode diatas juga bisa dilakukan untuk keluarga kita sebagai organisasi terkecil dalam masyarakat. Tujuan dan kebermanfaatan metode bisa dibuat kompleks, menyeluruh namun teknis pelaksanaannya bisa dibuat sesederhana mungkin sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing.

Terkait mentorship di kelas Bunda Cekatan Institut Ibu Profesional, saya memiliki 4 orang mentee. Saat ini saya sedang berbagi bagaimana mengembangkan mengembangkan kemampuan leadership dan pengembangan komunitas. Saat melakukan False Celebration, kami melakukan VC melalui Msg FB, namun ada 1 mentee yang tidak bisa bergabung dan memberikan pengakuan False Celebration di Grup WA. Saya sangat mengapresiasi perkembangan teman-teman mentee yang berhasil mengidentifikasi apa yang menjadi kesalahan yang mereka lakukan dan berupaya untuk keluar dari masalah tersebut. Saya juga memberi masukan yang bisa diterapkan teman-teman untuk komunitas yang yang sedang dipimpin.

Silaturahmi per group ini juga memberi dampak yang lebih nyaman bagi teman-teman sesama mentee dan juga saya. Ternyata salah satu mentee saya belum merasa nyaman dan masih sungkan untuk bertanya.

Komentar

Postingan Populer

Tentang Olfactory dan Gustatory

Juma Lau, Tempat Wisata Asri Dekat dari Medan

Serunya Belajar Mind Mapping